Rabu, 25 September 2019

Home Brewer

Home Brewer...
home brewer... Siapa takut?


Ada pertanyaan, apakah dengan mempelajari citarasa kopi maka seseorang akan makin dijauhkan dengan pasangan (hidupnya) karena tidak mumpuni dalam menyajikan kopi di rumahnya?

Tidak bisa dipungkiri bahwa apresiasi terhadap kopi yang bercitarasa prima terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Bahkan istilah specialty coffee sudah menjadi terminologi yang sangat terbiasa di kalangan penggemar kopi, meski terkadang banyak miskonsepsi di sana. Tapi satu yang bisa ditangkap adalah bahwa setiap orang ada keinginan untuk menjadi bagian dari 'perubahan' dalam hal menikmati secangkir kopi dengan tradisi baru. Tradisi citarasa!

Hari-hari seorang penikmat kopi adalah perayaan atas citarasa. Kopi sudah menjadi isi utama dari setiap pembicaraan di setiap komunitas dan bahkan di kerumunan umum. Tidak hanya menjadi tema pembicaraan; kopi seakan terus mencari 'dataran kepuasaannya' dengan  nalar kopi yang dihembuskan melalui kanal-kanal media sosial dan kegiatan aktivasi seperti festival kopi, lomba-lomba kopi, lelang kopi dan masih banyak lainnya. Sampai di mana kira-kira puncak kepuasan dalam mencecap si hitam ini??

Dunia kopi sudah mewarnai dunia hidup manusia. Kopi menjadi kawan untuk menggapai kepuasan sensorik dan juga kepuasaan eksistensi seseorang. Entah sebagai petani kopi, prosesor, barista, pedagang, pemilik kedai atau bahkan pejabat elit pemerintahan. Bersama kopi, di dalam kopi dan menuju kepada kopi sudah seperti satu paket syarat-rukun bagi seseorang yang sudah masuk di dalam lorong dunia kopi.  Statementnya jelas yaitu pengakuan berada pada dunia kopi...

lanjut.....

Uji Sapitu





Kamis, 27 Juli 2017

Selasa, 17 Maret 2015

QUO VADIS KOPI SPESIALTI INDONESIA :


Berikut adalah tulisan saya yang mengulas tentang perkembangan specialty coffee di Indonesia selama 10 tahun terakhir sejak 2002-2012. Tulisan ini disajikan sebagai bahan diskusi terbuka oleh Kelompok Kajian Kopi pada tanggal 14 Desember 2012. Kelompok Kajian Kopi atau KKK adalah komunitas anak-anak muda  penggiat kopi di Jakarta. Tulisan ini masih perlu dikritisi dan dielaborasi secara terbuka. Selamat membaca!! Salam kopi Nusantara 




Menemukenali Local Content dan Transformasi (Struktural)  pada 
Pelembagaan Mutu Kopi (Spesialti)  di Indonesia


Kehadiran standar mutu ‘baru’ spesialti di Indonesia selama 3-4 tahun terakhir sangat berpengaruh terhadap ‘domain quality’ di komoditi kopi yang selama ini dianut secara nasional melalui standar mutu nasional (SNI). Di dalam SNI, persyaratan baku mutu itu secara umum didasarkan pada prinsip-prinsip seperti food security, sehingga muncullah beberapa kriteria mutu seperti batas maksimal logam berat, cemaran total bakteri, cemaran pestisida dll. Dari kriteria tersebut, kita kenal kategori mutu yg bersifat morfologis (bentuk, sizing dll) dan physically (kadar air, dll) yang selama ini dianut  oleh kebanyakan entitas bisnis kopi nasional . Selain prinsip keamanan pangan, definisi atau standarisasi  mutu kopi juga bisa didasarkan pada  penggunaan/user based (misalnya kopi organic untuk detok kopi), manufacturer based (misalnya misalnya kopi robusta untuk kopi instant),  product based (misalnya ekstraksi kafein dari kopi tertentu) dan value based  (misalnya kopi luwak, kopi-kopi pada ritual social tertentu dll). Secara umum, dapat dikatakan bahwa orientasi standarisasi mutu akan tertuju pada kepuasan pelanggan yang bekerja tidak atas system pengendalian mutu yg ‘rigid’ tetapi ia bekerja atas dasar pesanan (!) dan mungkin factor kelestarian lingkungan atau factor lainnya (?).   Bagaimana dengan kopi spesialti di Indonesia?

Kopi spesialti didasarkan pada kriteria morfologis (bentuk, ukuran, kecacatan fisik dll), physical (kadar air dll)  dan kriteria fisiologis (hasil cuping). Dari beberapa level kriteria mutu kopi tersebut, kriteria fisiologis terutama melalui test cup atau cupping menjadi sangat popular di kalangan pelaku bisnis kopi karena cukup menyenangkan dan ‘seksi’. Moda cupping yang menjadi pakem salah satunya adalah dengan cara scoring (scoring test) dengan ‘sedikit porsi’ pada evaluasi yang bersifat deskriptif. Teknik-teknik  cupping ini kemudian banyak dikembangkan di industri/korporasi di dalam rangka pengembangan produk.Apakah yang terjadi di lingkup petani kopi? Fenomena menarik adalah apa yang dilakukan oleh kawan-kawan cupper di Gayo; mereka membentuk cupper team yang berfungsi melakukan pengendalian mutu dan menjadi mediasi standar baku mutu antara petani dan ‘pembeli’. Mediasi mutu ini menjadi strategis karena bisa menjadi awal bagi terjalinnya transaksi yang lebih fair (?).

Kopi spesialti yang mengevaluasi mutu kopi juga didasarkan pada struktur kebahasaan yang cukup rumit karena berangkat dari pengalaman dan memorial kuliner yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.  Pendekatan scoring pada test cup satu sisi membantu menemukan kesepakatan nilai numerik, tapi sisi lainnya justru mengurangi daya apresiasi dan daya narasi  tentang cita rasa. Saya pikir standarisasi mutu kopi Indonesia itu harus ditopang oleh struktur kebahasaan yang baik, benar dan berakar dari aspek-aspek sosial , budaya dan sejarah. Sebuah proyek multi gatra yang besar.

Satu hal yang menurut saya perlu juga dirintis adalah menggali local content yang menjadi akses bagi petani untuk ‘sangat konfirm’ dengan mutu kopi mentah yang mereka hasilkan. Salah satu local content itu adalah pengetahuan dasar teknik fermentasi kopi mentah yang dilakukan oleh petani. Keberhasilan proses fermentasi di biji kopi ini ditandai dengan melimpahnya gula-gula pereduksi (seperti glukosa , fruktosa dll) yang dicirikan oleh bebauan yang manis ala buah-buahan. Nah, praktis memang kriteria fisiologis pada kopi mentah sangat dibutuhkan ‘indikator’ yang bisa dengan mudah diketahui dan didefinisikan statusnya oleh para petani kopi. Sebuah usaha keras tentunya.  Isu Local content ini terutama sekali terkait dengan teknik-teknik pengolahan pasca panen kopi mentah, yang selama ini terjadi penyeragaman melalui teknik proses basah (fully washed). Hal mana akan menghasilkan kopi dengan tingkat kesempurnaan clean cup yang tinggi, meski dengan tekstur yang kurang berkarakter (?). Menurut saya, biarlah teknik-teknik yang sudah  berkembang di level petani untuk terus berjalan dengan segala dinamikanya meski dalam skala yang kecil-kecil.

Perihal local content ini juga menjadi penting karena proses penyeragaman varietas dengan teknologi pemuliaan benih (kultur jaringan, GMO dll) justru akan mengikis kekayaaan genetik dan menyebabkan ‘ketidak-unikan’ pada  karakter kopi.  Tujuan penyeragaman itu salah satunya dilakukan untuk mencapai tingkat efisiensi produksi dengan mutu yang kurang lebih serupa dan tahap selanjutnya adalah efisiensi pasar (!) – Sementara dalam jangka panjang, kita ‘tidak pernah’ tahu bagaimana beban atau dampaknya terhadap lingkungan. Sampai di sini memang saya katakan bahwa ‘pelembagaan’ kopi spesialti Indonesia ‘sedikit’ mengangkat  konsep hidup petani kopi dalam menggeluti usaha tanaman kopinya.  Penterjemahan konsep hidup (sistem nilai)  petani kopi ‘terlarut’ dan ‘dilupakan’ oleh intervensi teknologi dan relasi ekonomi yang tidak fair dan ada anasir-anasir rente.  Jargon produktifitas hasil juga memacu petani kopi untuk ‘selalu dan selalu’ menambah input produksi, dan ironisnya input ini ‘dikemas’ sebagai ‘intangible cost’. Sementara (kita tahu) bahwa cara kerja ekonomi rente (penghisapan) ini di ujung-ujungnya adalah mengumbar konsumerisme yang berbasis pada tangible cost!! Bagaimana kita menjelaskan ketidaksimetrisan struktur yang demikian itu??

Selanjutnya tentang konsep hidup ini, kita simak bahwa aspek konservasi hampir jarang untuk digalakkan di usaha kopi. Mainstream ‘produktifitas hasil’ memang mencerabut akar-akar kesemestaan hidup petani kopi menjadi homo economicus yang bekerja pada sebuah struktur relasi subordinat atas dirinya. Prinsip-prinsip kelestarian yang sudah sangat lama ‘melanggam’ dalam praktek-praktek social, ekonomi dan budayanya semakin dilupakan dan hilang. Kesadaran kolektifnya tentang kesemestaan menjadi kesadaran individual yang merusak dan nir empati.

Dalam hal pelembagaan mutu kopi spesialti; total quality management menjadi ‘alat manajerial’ yang selama ini dipakai oleh beberapa pelaku bisnis kopi untuk menghasilkan kopi yang berkualitas dan memenuhi syarat sebagai kopi spesialti. Melalui pendekatan ini, rantai pengadaan bahan baku menjadi unit-unit pengendalian mutu yang bekerja untuk menghasilkan output bersama. Di dalam pendekatan agribisnis pun, moda-moda total quality management itu juga diterapkan dengan tujuan efisiensi dan efektifitas semata. Pertanyaannya, apakah moda-moda pengendalian mutu tersebut sesuai dengan realitas petani kita? Karena secara ‘kontur’ petani kopi kita sebagian tidak bekerja atas/sebagai korporasi (tidak memiliki) namun mereka (sebagian)  bekerja atas kontrak (contract farming) , bekerja mandiri dan bekerja atas ‘value’ (petani sub sisten, koperasi petani dll). Saya berpikir bahwa, pelembagaan mutu kopi spesialti (esp ke tingkat petani )  seharusnya juga memasukkan aspek transformasi struktural di level social ekonomi petani sendiri. Tranformasi structural di sini antara lain mencakup aspek-aspek kesetaraan posisi tawar, emansipasi, dan kesempatan perubahan yang sama. Dalam konteks ini, sebenarnya pendekatan supply chain management (seharusnya) ada dalam sebuah landskap pengembangan pasar local (local market) yang sudah eksis sebelumnya. Bukan untuk memperkokoh struktur pasar yang sudah mapan dan sangat ekspansif!

Sedramatis itukah?  Jawabannya mungkin tak serta merta hadir kini – namun data empiris mutakhir  menunjukkan kepada saya bahwa saat ini sedang berlangsung pacuan teknokrasi benih (terutama pangan) yang ditopang oleh jargon produktifitas hasil dan konsumerisme yang melupakan!! Sebuah food circuit yang by designable.  Apakah masa depan akan kita gapai dengan ‘kelupaan(kah)’?

Salam ngopi


14 Desember 2012

Uji S
#seri diskusi Kelompok Kajian Kopi, Coffee War

 

Kamis, 01 Juli 2010

Berbagi Kopi....



Tanggal 11 Juni 2010 di Kemang - beberapa rekan bertemu dan berbagi pengalaman meminum kopi. Suasana santai dan penuh keakraban sangat terasa, meski terkadang cukup mengocok isi perut karena berbagai lelucon di antara sesama rekan. Selain berbagi pengalaman, saat itu juga kami bisa berbagi kopi khas Indonesia....meski dengan segala keterbatasan , tetapi 'cupping' yang dianggap sebagai sesuatu yang 'kaku' dan harus patuh pada pakem pada 'mainstream' --saat itu terasa begitu cair dan mengalir begitu saja.
Bagi kami, pengembaraan perihal pengalaman meminum kopi itu biarlah seliar esensi dari 'pengembaraan' itu sendiri, yakni mencari yang baru dan ada selalu ada cakrawala baru.
Jadi gambarlah deskripsi cita rasa kopi menurut kita sendiri...Kenapa tidak (?)

Event Hari Kekayaan Intelektual ; 27 s/d 29 Mei 2010



Indikasi geografis untuk komoditi kopi Indonesia dipandang sebagai potensi kekayaan intelektual yang bernilai bisnis triliunan rupiah. Bersama rekan-rekan anggota Asosiasi Kopi Spesial Indonesia, kami berpartisipasi di salah satu event pameran yang mengangkat industri-industri olahan yang berbasis komoditi primer (dhi kopi) dan industri kreatif.
Selamat untuk 'Kopi Gayo' atas pengakuannya sebagai kekayaan nusantara dari sisi legalitas hak kekayaan intelektual. Semoga berimplikasi positif terhadap para petani lokal dan pihak-pihak yang terus berjuang untuk kemajuan dan kemakmuran bersama. Hidup kopi nusantara.Hirup kopi nusantara!!!

Kamis, 18 Maret 2010

Back To Basic...


Retro Kafe, Bidakara - 24 Februari 2010.

Belajar bersama perihal citarasa dasar. Hadir beberapa penggiat kopi antara laini Bung Adi, Bung Tony Wahid, Pak Kasmito Darma, Pak Hendra, Mbak Resi, dan rekan2 SCAI. Semua bertutur perihal kompleksitas kopi dengan keakraban khas ibu kota. Waktu melipat cepat sampai jelang awal malam...salut untuk inisiatif Bung Adi cs. Salam hangat selalu rekan-rekan.

Rabu, 17 Februari 2010

SELAMAT ULANG TAHUN BLUMCHEN KAFE


Tanggal 16 Februari 2010 kemarin... Blumchen Kafe merayakan ulang tahun yang ke 2...Semoga kehadirannya semakin menghangatkan saja suasana wisata 'kuliner kopi' yang selalu menyediakan banyak hasrat penuh misteri perihal kopi.Ehmm...sukses selalu Blumchen Kafe..Sukses kawanku Anto Irenk Sumarjo!!
Salam kopi hangat.

Selasa, 14 Juli 2009

TERMINOLOGI MUTU KOPI YG MENJADI MAINSTREAM

Suasana Penyeduh Kopi Jalanan di Kota Singkawang




Oleh : Uji Sapitu

Berikut ini adalah terminologi mutu kopi versi SCAA (Specialty Coffee Association of America) yang diterjemahkan secara 'bebas'. Terminologi ini layaknya sebuah penggalan 'mazhab' yang mendominasi persepsi kita tentang kopi;meski sebenarnya masih banyak kemungkinan 'terminologi versi kita'..(mungkinkah?)...
Sekedar berbagi saja bahwa mainstream itu selalu menyediakan ruang yang sempit untuk melakukan 'tafsir ulang' ...begitulah horison harapan bagi 'si sesat' hemmm...Jadi silakan baca2 saja, sambil menyeruput secangkir kopi :

1. ACIDIC : Kualitas kopi yang sangat disukai ketajamannya, terasa di mulut bagian depan, menunjukkan kualitas dan ketinggian , dapat seperti rasa buah-buahan (seperti jeruk, lemon, berry dll) atau sensasi murni kekakuan ujung lidah (Costa Rica, Kenya, Mexico menawarkan contoh yang bagus)

2. AFTERTASTE : Aroma/rasa tertinggal setelah kopi meninggalkan mulut, kadang-kadang yang mengherankan berbeda dari rasa kopi yang sebenarnya.

3.AROMATIC : Kopi dengan keharuman yang keras dan enak (contohnya Hawai, Colombia,Jamaica, Sumatra)

4. ASHY : Kopi dengan rasa/aroma dari abu perapian yang dingin

5. ASTRINGENT : Karakteristik rasa yang ‘menarik’ lidah dan jaringan, sering muncul sebagai sisa rasa

6. BITTER :Sensasi rasa dasar didapati pada mulut bagian belakang dan langit-langit mulut, sering sebagai sisa rasa, kadang-kadang diinginkan pada derajat tertentu (seperti dalam dark roast, espresso). Jangan rancu dengan sifat asam.

7. BODY : Mengartikan persepsi dari tekstur dan berat benda cair dalam mulut, encer atau light body dapat dirasakan airnya (beberapa arabika); full bodied berarti minuman berat, seperti kopi Sumatra, kopi Jawa dan sebagian besar robusta.

8. BROTH LIKE : Rasa yang enak pada beberapa kopi Afrika Timur serupa dengan sup kaldu, seperti air kaldu, sering disertai aroma ringan jeruk.

9 . BURNT : Rasa dan aroma sejenis arang seperti roti panggang hangus, terlalu lama digoreng

10. CARAMEL : Rasa yang manis mengingatkan pada gula karamel atau sejenisnya (permen kapas)

11. CEREALLY : Seperti rasa gandum yang tidak dimaniskan atau tepung gandum, kadang-kadang ditemukan pada kopi robusta yang kurang masak, tawar atau tidak terlalu enak.

12. CHEESY : Rasa atau aroma yang agak tajam/pedas sedikit masam, susu yang dibekukan atau keju

13. CHEMICAL : Kopi dengan rasa yang tidak alami, nyata atau mengingatkan akan pencemaran

14. CHOCOLATELY :Rasa yang mengingatkan pada coklat yang dapat ditemukan pada beragam hasil panen (contohnya beberapa kopi Australia, kopi Papua Nugini, dan kopi Ethiopia.)

15. CITRUS : Mengingatkan pada rasa buah jeruk karena keasamannya yang tinggi, sangat disukai, menunjukkan kualitas dan pertumbuhannya di tanah tinggi

16. CLEAN : Rasa kopi murni , tidak ada perubahan di dalam mulut, tidak ada perbedaan setelah dirasakan (Costa Rica kadang menyediakan contoh yang bagus)

17. DIRTY : Kopi dirasakan seperti biji kopi telah digiling dalam kotoran atau tanah

18. DRY : Sebuah tipe tertentu dari sifat asam dan atau mouth feel, tapi tidak seperti anggur, kebalikan dari manis sering menyertai kopi ringan atau yang enak seperti kopi Mexico, Ethiopia atau Yaman

19. EARTHY : Aroma/rasa yang mengingatkan pada tanah yang hitam lembab, organik, berjamur, gudang bawah tanah (dapat ditemukan pada kopi di beberapa daerah seperti kopi Jawa dan kopi Sumatra yang kurang bagus)

20. FLORAL : Biji kopi mempunyai aroma yang segar, berbau bunga, aroma keras atau parfum yang berbau harum bunga

21. FRUITY : Rasa/aroma yang sering ditemukan pada kopi arabika yang bagus, mengingatkan pada buah-buahan jeruk, berry, currant dll, selalu disertai dengan bebrapa derajat keasaman. Hal ini biasanya positif tapi dapat menunjukkan terlalu masak atau fermentasi yang berlebih

22. GREEN : Aroma/rasa dari tanaman yang yang masih mentah, sama ketika tangkai hijau atau daun-daunan hancur atau pecah, dapat menunjukkan pemasakan yang kurang matang

23. HARD : Rasa jangan terlalu rancu dengan biji kopi yang keras. Dalam istilah rasa, keras diartikan sebagai rebusan yang mengurangi kemanisan atau kelembutan

24. HARSH : Keras, tidak enak, tajam atau rasa ‘edgy’, juga digunakan untuk menggambarkan Rio-y,seperti rasa iodine

25. HIDEY : Aroma/rasa seperti kulit hewan, kulit yang tidak diawetkan atau yang terbaik seperti kulit baru

26. LIGHT, MILD : Kopi light bodied, enak dengan sifat asam yang rendah hingga medium. Beberapa kopi Mexico, Honduras dan Santo Domingo menunjukkan karakteristik seperti ini

27. MALTY : Rasa kopi sangat mirip dengan gandum yang telah bertunas, kadang-kadang dikombinasikan dengan coklat kadang tidak

28. MELLOW : Lembut dengan tingkat keasaman rendah

29. METALLIC :Ketajaman, kadar asam sedikit aneh. Beberapa kopi Nikaragua, contohnya dapat terasa metallic

30. MOCHA : Kopi arabika yang dinamai dari pelabuhan tua di Yaman, sekarang diasosiakan dengan kopi Ethiopia harrar. Tidak adan hubungannya dengan coklat, meskipun minuman kopi dngan mokka termasuk coklat dengan kopi

31. MUSTY : Rasa dari pengeringan yang tidak benar, berjamur, biasanya tidak diinginkan

32. NEUTRAL : Kopi tawar, tingkat keasamannya sangat rendah tidak berasa, bagus untuk campuran (sering mencerminkan kopi arabika Brasil)

33. NUTTY : Rasa yang nikmat mengingatkan pada kacang, biasanya kacang tanah (beberapa jenis kopi Jamaika)

34.PAPERY : Rasa/aroma persis seperti kertas kering, ringan serupa dengan jenis dusty

35.PHENOLIC :Rasa/aroma sangat mirip obat-obatan adapun dikarenakan sensasi indra penciuman yang mengingatkan ada phenol

36.RANCID/ROTTEN : Rasa dari produk berminyak yang rusak, seperti kacang atau minyak zaitun yang berbau tengik, agak menjijikkan, dapat menyebabkan penyumbatan mulut

37.ROUNDED : Minuman yang seimbang dengan tanpa karakteristik yang saling menonjol, seimbang juga dapat berarti lembut yang menyenangkan tanpa harus tajam

38.RUBBER : Aroma/rasa mengingatkan pada ban/garasi,contohnya sering ditemukan pada jenis robusta tertentu

39. SACKY : Kopi tercemar oleh tempat penyimpanan yang tidak layak, rasa/aroma ganja, kemungkinan karena lembab

40.SALTY : Salah satu dari empat kategori rasa dasar , kadang terjadi pada kopi, juga dapat menunjukkan kehadiran chicory pada campuran kopi

41.SMOKY : Rasa kayu bakar yang harum, melambangkan kopi yang sangat enak, kadang-kadang ditemukan pada kopi tertentu seperti beberapa kopi dari Guatemala dan juga tekadang pada kopi arabika dari Indonesia

42.SMOOTH : Mouth feel tidak tajam atau astringent, enak, kadang-kadang dikombinsikan dengan rasa anggur

43.SOFT : Kopi dengan keasaman yang rendah, agak manis (mungkin sama dengan rasa anggur merah Lambrusco Italia) contohnya beberapa kopi Brasilia Santos

44.SOUR : Rasa ‘kaos kaki kotor’ yang tidak diinginkan atau karena proses fermentasi yang berlebih

45. SPICY : Aroma/rasa rempah-rempah mungkin gula atau lada, ditemukan pada kopi tertentu seperti kopi dari Jawa, Zimbabwe, Guatemala atau yang lebih aneh kopi Yaman dan Ethiopia

46.STALKY : Ini memberikan rasa yang mengingatkan pada rasa sayuran kering atau bagian tangkai tumbuhan

47.STINKY : Bau busuk menunjukkan kemungkinan terkontaminasi oleh biji yang ‘busuk’

48.SWEET : Nikmat, lembut, enak di lidah , kadang-kadang digunakan untuk menggambarakan kopi yang lembut tapi juga dapat ditemukan pada kopi dengan tingkat keasamanan yang tinggi

49.THIN : Istilah ketika ‘body’ kopi tidak sama keasamannya atau rasa, tidak seimbang, berair, encer pada mulut

50.TOBACCO-Y :Karakteristik aroma/rasa dari susur tembakau yang tidak dibakar (dikunyah)

51.TURPENTINE-Y: Bau atau rasa yang mengingatkan pada bahan kimia mungkin seperti phenol

52.WELL ROUNDED : Rasa yang memberikan kesan akan campuran yang baik dari sebuah rasa, sifat asam, body, dan mungkin aroma

53.WOODY : Rasa aneh dari kayu mati (menunjukkan panen lama, kopi disimpan telalu lama) atau rasa hutan hijau ditemukan pada kopi tertentu seperti serbuk gergaji yang masih baru, kedua-duanya tidak sangat enak

54.YEASTY/TOASTY : Rasa mengingatkan akan peragian roti (tidak dipanggang) atau roti yang dipanggang sebentar


Jika ada terminologi yang ke 55, 56 ...dst silakan tambahkan saja...jangan pernah takut untuk disebut sebagai si sesat.....
(Diterjemahkan secara bebas oleh Tim Kreatif Komunitas Penggemar Kopi dari SCAA)

Senin, 13 Juli 2009

....... kopi





Selasa 12 Agustus 2008, saya kirim e-mail ke salah satu kolega sesama alumni SMP yang getol minum kopi.Dia minta saya untuk cerita lepas tentang kopi. Dia mungkin bisa menjadi salah satu 'simpatisan' penggemar kopi. Ingin tahu cerita saya?Berikut ringkasannya:"Menurut banyak versi cerita (tale) kopi berasal dari Ethiopia, sebagian lainnya menyebutkan berasal dari Arab yang konon dikisahkan ketika Nabi Muhammad SAW sedang sakit oleh Malaikat Jibril dibawakan minuman yang berwarna hitam dan berefek menyembuhkan....dari sinilah kemudian minuman kopi menjadi popular, terutama sebagai icon acara-acara ritual kaum sufi karena mereka yakin dengan meminum kopi maka daya konsentrasi untuk menyelami ‘lautan tanpa tepi….’ bisa meningkat bahkan ketika melewati tengah malam. Kehadiran minuman kopi di tanah Arab sebagai counter budaya minuman khamar ini lalu disebutlah kopi sebagai ‘Arab Wine’atau qahwa. Dalam beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa oleh orang-orang Yaman-Arab kopi menjadi komoditi niaga ke beberapa Negara Eropa. Perdagangan pertama untuk komoditi kopi ini tercatat pada tahun 1604 di Venice, dari sini kemudian kopi dikenal di daratan Eropa. Terutama Belanda, Inggris, Perancis, Spanyol, Portugis,…..mereka lalu membudidayakan di negara-negara jajahan termasuk ke Indonesia. Tahun 1696, kopi berhasil dibudidayakan di Tanah Jawa oleh Belanda (dari sini kemudian banyak cerita seru (dan menyedihkan) tentang politik tanam paksa s/d advokasi-nya E. Douwes Dekker/Multatuli dengan bukunya Max Havelaar)…Kembali lagi ke abad pertengahan di Eropa…Kopi memang kemudian merubah wajah Eropa dengan berkembangnya banyak kafe sebagai tempat mendiskusikan isu-isu actual tentang social, dagang bahkan politik (kopi sudah menjadi icon peradaban bahkan kemudian melahirkan renaissance di Eropa…). Tercatat kafe yang pertama berdiri di Eropa adalah pada tahun 1555 di Konstantinopel (sekarang Istambul :red) oleh dua orang Syria. Perkembangan luarbiasa justru terjadi di Perancis, dimana jumlahnya mencapai 300 lebih pada abad 18 (esp di Paris), jumlahnya kemudian membengkak pada tahun 1850 menjadi 3000!!Salah satu kafe yang cukup melegenda di Perancis adalah kafe Regence yang dibuka pada tahun 1688-di tempat inilah Napoleon Bonaparte muda sering main catur,,,dan bahkan Lenin dan Karl Marx pun sering bertemu (mereka pusing karena belum juga ‘bertemu Tuhan’ padahal sudah sering minum kopi hehehe..) dan untuk discourse ttg ide-ide kolaborasi komunisme dan Pas Islamisme dari ‘Yang Terlupakan’ Tan Malaka…(!?) Sampeyan bener Pak Guru, bahwa dengan campuran robusta dan arabica (istilahnya blended) memang idealnya bisa menemukan racikan yang ‘top markotop’. Biasa disebut sebagai well rounded :aromanya masuk, rasanya masuk, teksturnya masuk, after taste-nya masuk…pokoke seperti mencapai fase ectasy …Kopi robusta secara umum karakternya agak pahit, full bodied, aromanya kadang spicy (terutama dari Jawa) sedangkan arabika : sangat aromatic (terkadang fruity, nutty, flowery dll), acidity-nya kuat, light body…Btw itu semua juga tergantung dengan tipe roasting seperti apa?mau dark, medium atau light roasting?Untuk sampai pada formula yang ‘pas’ memang cukup kompleks karena sangat subyektif untuk setiap orang dan bahkan secara teori menunjukkan bahwa proses penyangraian (roasting) itu ternyata ‘melibatkan’ lebih dari 900 jenis senyawa aromatic (istilahnya reaksi Maillard dan degradasi Strecker;red).Ringkasnya, sampeyan nek nggawe kopi iku nembe digiling langsung ‘di espresso’ (dijor banyu panas..) dan ojo sampek lebih dari 20-25 menit, kudu disruput (di-shoot :red) sampai tinggal ampase, nek wis ngono mengko tak ramal masa depane sampeyan dari pola ampase kopi…hehehe…nek jarene wong Turki : “Coffee should be black as hell, strong as death, sweet as love… (diterjemahkan secara bebas dalam versi Inggris). Nah bagaimana dengan sampeyan?"

Wah..wah..Kopi



Oleh : Indro Suprobo (Resist Book)

Uraian panjang tentang sejarah kopi itu menarik sekali Uji!। Di balik segelas kopi memang tersimpan sejarah peradaban baik yang beradab maupun yang mengakibatkan penderitaan para buruh pekerja perkebunan। Tampaknya dirimu membaca beberapa literatur tentang kopi. Tentu menjadi bacaan yang menarik juga sebagai bahan renungan.Sebagai penikmat kopi, aku selalu meminumnya minimal dua kali dalam sehari, pagi hari dan sore hari. Jumlah gelas kopi akan menjadi lebih banyak apabila aku harus duduk menulis di rumah, di samping jendela yang menghadap hamparan hijau tanaman petani. Kalau sore, kopi panas selalu kuseruput sambil ngobrol bersama istri. Aku lebih suka kopi bubuk berampas, sementara isteriku lebih suka kopi tanpa ampas dan hanya bisa menghabiskan separo gelas, separonya lagi kuhabiskan sendiri.Menjelang hari libur (malam minggu atau malam libur), aku dan istri biasa ngobrol atau berdiskusi berdua sampai larut malam ditemani segelas kopi untuk berdua. pacaran. Maklumlah, sebelum menikah kami belum menikmati pacaran, karena yang ada adalah diskusi panjang dan berjuang mengupayakan "surat ijin menikah" sebagai akibat dari perbedaan agama. setelah perjuangan kemerdekaan pernikahan diperoleh, barulah kami menikmati pacaran. bentuknya tidak berubah : ngobrol dan diskusi panjang.Dulu sekali, setiap minum kopi selalu harus disertai dengan menghisap dji sam soe. sejak 93-99 aku adalah perokok berat. bahkan, kalau bulan ramadhan, begitu mendengar adzan maghrib, yang mula-mula dibeli dari warung angkringan adalah beberapa batang dji sam soe dan kopi yang dibungkus dalam plastik, yang akan diminum dan dihisap bersama dengan para sohib dari IAIN di sebuah kamar kost sambil bersarung. buka puasa yang nikmat. lebih nikmat lagi kalau kopi ditemani oleh cerutu havana. ah, aku pernah menikmatinya juga. seorang pastor dari swiss membawakan cerutu havana (cuba) dalam kotak kayu panjang. pahit....dan....nikmat.... tapi jujur saja, aku tak terlalu suka cerutu. mulutku lebih cocok dengan gudang garam merah keretek tahun 90-an.Setelah menikah, aku berhenti merokok begitu saja, tetapi minum kopi terus berlangsung seumpama meminum anggur dalam misa di gereja katolik, segar dan menghidupkan, terutama di kala badan terasa penat oleh beragam soal. minum kopi, minum anggur atau makan coklat, dalam kadar dan takaran yang ugahari merupakan cara mendapatkan kegembiraan dan semangat. tetapi jika kelebihan, tentu resikonya macam-macam. semua yang berlebih tentu saja akan bersifat candu.Sore kemarin, anakku yang baru berumur 6 tahun, sempat bertanya kepadaku,"Ayah, kenapa kamu suka sekali minum kopi yang hitam seperti itu?". Kujawab,"Orang dewasa seperti ayah senang minum kopi karena kopi membuat gembira dan rasanya enak. Anak-anak belum boleh minum kopi karena ginjalnya belum kuat. lebih baik minum susu". Setelah itu, dia bilang,"Baiklah. Ayah boleh minum kopi, tapi sambil bercerita tentang kucing kecil yang naik lokomotif ya" Ha ha ha....itulah cerita karanganku sendiri yang sangat disukai oleh anakku dan bisa menjadi obat mujarab ketika anakku sedang marah atau merasa takut ketika terlambat berangkat sekolah. Minum kopi juga membantu kita merasa relax untuk membuat cerita khayalan sendiri yang membantu anak-anak kita menemukan kegembiraan meskipun di rumah tidak terdapat televisi.Aku belum pernah menyelidiki secara detail pabrik kopi dan merek manakah yang paling adil terhadap buruhnya sehingga menambah rasa nyaman ketika diseruput ke dalam mulut. Sampai sekarang memang belum ada merek kopi yang bernama "kopi adil" dengan iklan "secangkir kopi yang anda angkat, benar-benar kopi yang adil".Nah mereka yang belum pernah menikmati kopi memang harus waspada karena sekali saja merasakan nikmatnya kopi, akan merasakan keinginan untuk mengulanginya. maka pantas dikemukakan di sini sebuah peringatan:"Awas bahaya laten komunis (kenikmatan kalau owe minum kopi manis)!"




Selasa, 30 Juni 2009

Kopi dan Gula


Oleh : Uji Sapitu


The Canadian Diabates Association melansir bahwa mengkonsumsi kafein yang banyak terdapat dalam minuman kopi terbukti mampu meningkatkan kadungan gula darah dalam waktu relative singkat. Hal ini terjadi karena kafein secara metabolic mempengaruhi peningkatan aktivitas dari hormone adrenalin dan glukagon. Dua hormone inilah yang bertugas melepas cadangan gula dari dalam hati menjadi gula darah yang berkonsentrasi tinggi. Apa kemudian akibatnya? Dengan tingginya gula darah dalam tubuh kita maka sudah pasti kerja hormone insulin yang merubah gula darah menjadi energi menjadi bertambah, sementara cara termudah bagi insulin untuk tetap dalam status ‘siap pakai’ manakala ada sebagai cadangan lemak dalam tubuh. Jadi bisa dikatakan bahwa mengkonsumsi
kopi itu pada galibnya justru bisa memicu pembakaran cadangan lemak tubuh kita karena efek kafein ini.

Banyak riset terkait yang mendukung hal ini, seperti diungkap (Nonas (2008) didalam http://food-combine.blogspot.com) bahwa nafsu makan bisa berkurang sampai level 35% karena pengaruh kafein. Pada level yang sama juga dapat memicu semangat beraktivitas sehingga kita bisa membakar lemak sekitar 35% lebih tinggi dibandingkan tanpa efek kafein. Artinya jumlah lemak yang terbakar karena pengaruh minuman
kopi lebih banyak dari pada tidak sama sekali.

Karena alasan inilah maka banyak dari kalangan masyarakat yang peduli diet menggunakan cara ‘jalan pintas’ dengan mengkonsumsi Fat-Loss Supplement yang notabene mengandung kafein. Beberapa Fat-Loss Supplement ini seperti Metabolife, Ripped Fuel, and Beta Lean HP di mana ketiganya memadukan pengaruh kafein dan ephedra – yang terbukti efektif dalam ‘meluruhkan’ lemak tetapi dengan tetap mempertahankan jaringan otot dalam tubuh (Ma Huang). Meski sebenarnya masih banyak kontroversi tentang penggunaan ephedra ini yang perlu terus dikonfirmasi akurasinya.

Apa yang terjadi jika kita meminum
kopi dengan gula? Secara pendekatan food combine yang baik sebenarnya kombinasi keduanya kurang tepat karena tanpa diberi gula pun maka pengaruhnya akan seperti yang dipaparkan di atas. Kita bisa berdalih bahwa secara metabolic memang demikian adanya, namun secara palabilitas (penerimaan oleh indera pengecap) apakah kita bisa menikmati dengan leluasa jika mesti meminum kopi tanpa gula sekalipun? Nah sampai di sini, penulis berpendapat bahwa meminum kopi itu adalah sebuah ritual kuliner yang mesti dinikmati narasi pengalaman yang dibentangkannya sebagai minuman functional maupun ‘minuman emosional’. Anggaplah meminum kopi itu seperti meminum jamu, pahitnya dulu-manisnya kemudian, karena sebenarnya rasa manis yang autentik itu ada di dalam rasa pahit. Jadi mana yang mau dicari? ‘Manis yang autentik’ atau ‘manis yang palsu’ ya? Silakan Anda pertimbangkan. Salam coffee lover.


Uji Sapitu

Tulisan penulis perihal gula dapat didownload di sini :

Note : https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/29200

Home Brewer

home brewer... Siapa takut? Ada pertanyaan, apakah dengan mempelajari citarasa kopi maka seseorang akan makin dijauhkan dengan pasan...