Oleh : Indro Suprobo (Resist Book)
Uraian panjang tentang sejarah kopi itu menarik sekali Uji!। Di balik segelas kopi memang tersimpan sejarah peradaban baik yang beradab maupun yang mengakibatkan penderitaan para buruh pekerja perkebunan। Tampaknya dirimu membaca beberapa literatur tentang kopi. Tentu menjadi bacaan yang menarik juga sebagai bahan renungan.Sebagai penikmat kopi, aku selalu meminumnya minimal dua kali dalam sehari, pagi hari dan sore hari. Jumlah gelas kopi akan menjadi lebih banyak apabila aku harus duduk menulis di rumah, di samping jendela yang menghadap hamparan hijau tanaman petani. Kalau sore, kopi panas selalu kuseruput sambil ngobrol bersama istri. Aku lebih suka kopi bubuk berampas, sementara isteriku lebih suka kopi tanpa ampas dan hanya bisa menghabiskan separo gelas, separonya lagi kuhabiskan sendiri.Menjelang hari libur (malam minggu atau malam libur), aku dan istri biasa ngobrol atau berdiskusi berdua sampai larut malam ditemani segelas kopi untuk berdua. pacaran. Maklumlah, sebelum menikah kami belum menikmati pacaran, karena yang ada adalah diskusi panjang dan berjuang mengupayakan "surat ijin menikah" sebagai akibat dari perbedaan agama. setelah perjuangan kemerdekaan pernikahan diperoleh, barulah kami menikmati pacaran. bentuknya tidak berubah : ngobrol dan diskusi panjang.Dulu sekali, setiap minum kopi selalu harus disertai dengan menghisap dji sam soe. sejak 93-99 aku adalah perokok berat. bahkan, kalau bulan ramadhan, begitu mendengar adzan maghrib, yang mula-mula dibeli dari warung angkringan adalah beberapa batang dji sam soe dan kopi yang dibungkus dalam plastik, yang akan diminum dan dihisap bersama dengan para sohib dari IAIN di sebuah kamar kost sambil bersarung. buka puasa yang nikmat. lebih nikmat lagi kalau kopi ditemani oleh cerutu havana. ah, aku pernah menikmatinya juga. seorang pastor dari swiss membawakan cerutu havana (cuba) dalam kotak kayu panjang. pahit....dan....nikmat.... tapi jujur saja, aku tak terlalu suka cerutu. mulutku lebih cocok dengan gudang garam merah keretek tahun 90-an.Setelah menikah, aku berhenti merokok begitu saja, tetapi minum kopi terus berlangsung seumpama meminum anggur dalam misa di gereja katolik, segar dan menghidupkan, terutama di kala badan terasa penat oleh beragam soal. minum kopi, minum anggur atau makan coklat, dalam kadar dan takaran yang ugahari merupakan cara mendapatkan kegembiraan dan semangat. tetapi jika kelebihan, tentu resikonya macam-macam. semua yang berlebih tentu saja akan bersifat candu.Sore kemarin, anakku yang baru berumur 6 tahun, sempat bertanya kepadaku,"Ayah, kenapa kamu suka sekali minum kopi yang hitam seperti itu?". Kujawab,"Orang dewasa seperti ayah senang minum kopi karena kopi membuat gembira dan rasanya enak. Anak-anak belum boleh minum kopi karena ginjalnya belum kuat. lebih baik minum susu". Setelah itu, dia bilang,"Baiklah. Ayah boleh minum kopi, tapi sambil bercerita tentang kucing kecil yang naik lokomotif ya" Ha ha ha....itulah cerita karanganku sendiri yang sangat disukai oleh anakku dan bisa menjadi obat mujarab ketika anakku sedang marah atau merasa takut ketika terlambat berangkat sekolah. Minum kopi juga membantu kita merasa relax untuk membuat cerita khayalan sendiri yang membantu anak-anak kita menemukan kegembiraan meskipun di rumah tidak terdapat televisi.Aku belum pernah menyelidiki secara detail pabrik kopi dan merek manakah yang paling adil terhadap buruhnya sehingga menambah rasa nyaman ketika diseruput ke dalam mulut. Sampai sekarang memang belum ada merek kopi yang bernama "kopi adil" dengan iklan "secangkir kopi yang anda angkat, benar-benar kopi yang adil".Nah mereka yang belum pernah menikmati kopi memang harus waspada karena sekali saja merasakan nikmatnya kopi, akan merasakan keinginan untuk mengulanginya. maka pantas dikemukakan di sini sebuah peringatan:"Awas bahaya laten komunis (kenikmatan kalau owe minum kopi manis)!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar